Cari Artikel

Rabu, Januari 16, 2008

Antara Soeharto dan Juventus

 about soeharto. hmm aku pernah bwt nih artikel ttg dia. Pernah dipuji lho ama dosen daspenku, Pa sahala.. cuma sayangnya belum sempet dimuat di media massa.. ini artikelna.. judulna Antara Soeharto dan Juventus

Mungkin banyak orang yang bertanya-tanya melihat judul di atas. Apa gerangan hubungan antara tokoh besar dengan klub besar itu? Apakah Soeharto sangat menggemari klub berjuluk I Bianconeri itu? Tentu tidak. Memang tidak ada hubungan langsung antara Soeharto dengan klub asal kota Turin, Italia tersebut. Namun, jika kita telaah ternyata ada banyak persamaan antara keduanya.



Mari kita bicarakan terlebih dahulu mantan presiden kita, Jenderal Besar Purnawiraman Soeharto. Lahir di Kemusuk, Agromulyo, Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921 beliau adalah presiden yang kedua setelah Soekarno. Beliau mulai menjabat sejak keluarnya Supersemar yang dinilai kontroversial pada tanggal 12 Maret 1967 sebagai Pejabat Sementara Presiden dan dipilih sebagai Presiden pada tanggal 21 Maret 1967 oleh MPRS. Soeharto dipilih kembali oleh suara MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Beliau adalah orang yang paling lama menjabat sebagai Presiden RI, hampir selama 32 tahun. (sumber: wikipedia)

Sementara itu Juventus berdiri pada November 1897 dengan markas di Stadion Delle Alpi, Turin, Italia. Klub berjuluk La Vecchia Signora itu merupakan klub tersukses di Italia dan juga sempat merajai Eropa. Sepanjang sejarahnya klub ini telah meraih 27 scudetto, 9 Piala Italia, 4 Piala Super Italia, 2 Liga Champions, 3 Piala UEFA, 1 Piala Winners, 2 Piala Super Italia, serta 2 Piala Intercontinental.

Baik Soeharto dan Juventus pernah mengalami masa kejayaan. Pada masa kekuasaannya Soeharto sangat ditakuti. Beliau sempat dijuluki Bapak Pembangunan Nasional mengingat jasanya di bidang pembangunan dan juga pertumbuhan ekonomi. Saat itu prangko dan juga uang kertas pernah memuat gambar Soeharto. Saat itu Soeharto dianggap memiliki jasa yang besar bagi Indonesia.

Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai kampanye Keluarga Berencana yang menganjurkan pasangan untuk memiliki 2 anak. Hal ini dilakukan untuk menghindari ledakan penduduk yang dapat mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari kelaparan, penyakit sampai kerusakan lingkungan hidup. Dalam bidang pendidikan Soeharto memelopori proyek Wajib Belajar yang bertujuan meningkatkan rata-rata taraf tamatan sekolah anak Indonesia. Pada awalnya, proyek ini membebaskan murid pendidikan dasar dari uang sekolah (Sumbangan Pembiayaan Pendidikan) sehingga anak-anak dari keluarga miskin juga dapat bersekolah. Hal ini kemudian dikembangkan menjadi Wajib Belajar 9 tahun.

Setali tiga uang dengan Juventus. Klub ini sangat ditakuti pada masa jayanya. Direktur Umum Juventus saat itu, Luciano Moggi sangat lihai dalam membeli pemain. Pemain-pemain top dunia semacam Alessandro Del Piero, Gianluigi Buffon yang menjadi kiper termahal di dunia, Pavel Nedved, dan juga Fabio Cannavaro sempat didatangkan ke Stadion Delle Alpi. Dengan skuad yang penuh bintang tentunya tak sulit bagi Juventus untuk meraih berbagai macam gelar baik domestik maupun Eropa.

Namun, dibalik kesuksesan keduanya selalu diwarnai dengan kontroversi. Pada 1970 Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.

Beliau memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Beliau menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Beliau juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur Islam.
Sama halnya dengan Juventus. Klub ini sering sekali mendapat “bantuan” wasit dalam memperoleh kemenangan. Yang paling fenomenal adalah pada musim 1997-98. Saat itu Juventus bersaing ketat dengan Inter Milan untuk merebut scudetto. Hingga pekan ke-30 Inter menempel ketat Juventus dengan selisih satu angka. Partai Juventus kontra Inter di pekan ke-31 diprediksi menjadi penentuan juara.

Saat itu Inter kalah karena keputusan wasit yang kontoversial. Striker Inter, Ronaldo – saat itu membela Inter – dijatuhkan oleh Mark Iuliano. Kubu Inter meminta penalti. Wasit Piero Ceccarini menolaknya. I Nerazzuri akhirnya kebobolan oleh gol Alessandro Del Piero. Inter kalah 0-1. Scudetto pun melayang ke Turin. Itu hanyalah salah satu contoh keputusan kontroversial yang sering “membantu” Juventus.

Jatuhnya Soeharto dan Juventus
Mekipun sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998-2003, terutama pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali oleh parlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 1998. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie. (Sumber: wikipedia)

Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya era Soeharto.

Sedangkan Juventus tampil digdaya di Italia setelah merebut scudetto dua kali berturut-turut pada musim 2004-05 dan 2005-06. Namun, akhirnya kedua gelar tersebut dicabut karena Juventus, bersama klub Italia lainnya: AC Milan, Lazio, Fiorentina, dan Reggina, terlibat skandal pengaturan skor yang dikenal dengan sebutan Calciopoli. Gelar musim 2005-06 “diberikan” kepada Inter Milan sedangkan gelar musim 2004-05 dinyatakan kosong.

Skandal ini pertama ditemukan karena penyelidikan doping di Juventus, di mana beberapa alat penyadap dipasang. Transkrip pembicaraan telepon diterbitkan di surat-surat kabar Italia, di antaranya adalah pembicaraan manajer umum Juventus, Luciano Moggi pada musim pertandingan 2004-05 mengenai pengaturan pertandingan, perjudian, dan pemalsuan catatan keuangan. Moggi sendiri kemudian diberi sanksi dilarang aktif di persepakbolaan selama lima tahun.

Hukuman yang Berlarut-larut


Kasus dugaan korupsi Soeharto menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan yang diketuainya. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Kepres ini mengimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.

Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999. Sidang kasus korupsi Soeharto berlangsung berlarut-larut. Dimulai pada 28 September 2000 – saat itu sidang dihentikan karena alasan kesehatan – hingga 12 Mei 2006 dengan keputusan menghentikan penuntutan dugaan korupsi Soeharto karena kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. (sumber:wikipedia)

Bagaimana dengan Juventus? Tak jauh beda. Oleh pengadilan, Juventus dihukum degradasi ke Serie B, pengurangan 30 nilai untuk musim berikutnya (2006-07), penghapusan dua gelar juara Serie A musim 2004-05 dan 2005-06, dilarang tampil di Liga Champions 2006/07, dan didenda 100.000 dolar AS (sekitar Rp 950 juta). Melalui banding, Juventus mendapat keringanan hukuman, degradasi di Serie B dengan minus 17 nilai.

Bermain di Serie B tentunya sebuah aib bagi klub sebesar Juventus. Pemain bintang Juventus semacam Zlatan Ibrahimovic, Patrick Vieira, Gianluca Zambrotta, Fabio Cannavaro, Emerson, dan Lilian Thuram memutuskan hengkang ke klub lain karena tak sudi bermain di Serie B. Hanya pemain dengan loyalitas tinggi seperti Pavel Nedved, Alessandro Del Piero, dan Gianluigi Buffon yang memutuskan bertahan.

Akhirnya, pada 27 Oktober 2006 CONI (Komite Olimpiade Nasional Italia) memutuskan untuk kembali memperingan hukuman Juventus menjadi minus 9. Hal ini memudahkan Juventus untuk promosi ke Serie A musim depan.

Mungkin memang terlalu jauh membandingkan mantan Presiden kita, Soeharto dengan Juventus. Namun, melihat perjalanan keduanya yang penuh dengan lika-liku dan kontroversi tentunya dapat menjadi renungan dan pelajaran bagi kita semua.

2 komentar:

anak gawang mengatakan...

Seandainya Pak Harto sempat membaca cerita anda, mungkin Pak Harto bakalan jadi tifosi setia Juvantus tu....

anak gawang mengatakan...

Pak Harto pasti bakalan jadi tifosi setia Juventus deh....

Posting Komentar

silakan komentarnya..
kalo gak punya blog, pilihnya name/url.. urlnya kosongin aja.. okey.. thx a lot