Suatu hari di SMAN 1001 Sukakaya saat pra UAN mata pelajaran Bahasa Indonesia, murid-murid sedang sibuk mengerjakan soal. Saat pengawas lengah mereka tentunya memanfaatkan situasi tersebut.
“Hoi, Jim no 5,6,7 jawabannya apa?” kata Tamtam.
“Teuing, atuh! Jawab sendiri dong!” ujar Jimmy.
“Dasar pelit lu!”
“Oke, oke jawabannya B, C, E” kata Jimmy setengah berbisik.
Beberapa saat kemudian, pengawas mulai menyadari gerak-gerik mereka.
“Baik, bagi yang sudah selesai silakan kumpulkan! Jimmy sedang apa?”
“Oh, nggak Pa! Ini mau minjam penghapus.”
Yah, begitulah suasana di kelas XII-5 saat praUAN Bahasa Indonesia. Tentunya selain Jimmy dan temannya Tamtam murid-murid selalu saja siap dengan berbagai strategi mencontek dan mengelabui pengawas.
Sebenarnya Jimmy anak yang cukup pintar. Wajahnya yang lumayan ganteng dan tubuhnya yang atletis membuat banyak wanita terpikat kepadanya. Ia sangat tidak senang dengan kelakuan teman-temannya yang selalu mencontek dan mencontek. Tidak jarang ia mendapat nilai yang lebih rendah dibandingkan teman-temannya hanya karena tidak mau mencontek.
“Dung … dung ….dung….” lonceng telah berbunyi tiga kali. Ini menandakan waktu mengerjakan soal telah habis.
“Silakan kumpulkan jawaban kalian, waktu sudah habis,” kata Pak Beto yang hari itu bertindak sebagai pengawas.
“Bentar, Pak dikit lagi!” kata Arianto nyeletuk.
“Ah, udah cepat kumpulkan, saya hitung sampai lima!”
Akhirnya semua murid pun mengumpulkan jawabannya dengan wajah lesu. Namun, Jimmy tampaknya sangat yakin dengan jawabannya.
Jimmy memang sangat menguasai pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Nilai pra-UAN sebelumnya pun cukup tinggi. Ia pernah mendapatkan nilai 9,4 untuk bahasa Indonesia dan 8,6 untuk bahasa Inggris. Ia selalu saja menjadi target contekan teman-temannya untuk kedua mata pelajaran tersebut.
Namun, Jimmy paling tidak suka dengan pelajaran Matematika. Nilainya selalu saja pas-pasan, bahkan nyaris tidak lulus. Batas standar nilai UAN kali ini adalah 4,5. Jimmy selalu saja mendapat nilai sekitar 5. Walaupun begitu, ia tetap yakin dengan kemampuannya dan bertekad tidak akan mencontek dengan metode apa pun.
Sepulang ujian hari itu, Jimmy mengobrol dengan sahabatnya, Tamtam.
“Aduh, Jim, gimana tadi ujiannya bisa?” kata Tamtam.
“Alhamdulillah, bisa. Gimana sih kamu, hampir aja tadi ketahuan.”
“Wah, sorry, Jim. Tadi itu emang ujiannya bikin lieur. Kayaknya soal-soalnya banyak yang ngejebak, gitu!”
“Kalau kamu banyak latihan, sebenarnya kan soalnya biasa-biasa aja, lagi!”
“Iya, deh, iya kamu emang pinter. Ngomong-ngomong gimana persiapannya buat pra-UAN Matematika besok?” tanya Tamtam.
“Waduh, waduh kumaha nya? Perasaan saya teh udah belajar, tapi kok nggak ngerti-ngerti aja!” kata Jimmy penuh kebingungan.
“Kalau mau besok saya mau bantu kasih tau jawabannya. Besok tuh rencananya saya bakal nulis contekan rumus. Trus biasanya bakal dapet jawaban dari teman yang di depan.”
“Ah, ga, ga usah repot-repot. Saya mau coba jawab sekemampuan saya sendiri.”
“Ya, udah terserah kamu. Saya cuma mau kasih solusi, kok!” kata Tamtam setengah emosi.
Setelah itu Jimmy pulang ke rumahnya dengan naik sepeda motor Kaze-R berwarna hitamnya. Seperti biasa Tamtam ikut membonceng. Maklum, rumah mereka berdua berdekatan.
Sesampainya di rumah Jimmy ingin melepaskan penat akibat ujian. Saat ini bulan April awal, hanya dua minggu lagi UAN sesungguhnya akan tiba. Tentunya tidak hanya Jimmy yang merasakan ketegangan seperti ini. Teman-temannya juga merasa tegang, takut tidak lulus. Angkatan kemarin pun yang tidak lulus berjumlah 10 orang. Wajar, jika mereka takut. Guru-guru mereka pun mengimbau agar murid-murid memfokuskan diri untuk lulus UAN terlebih dahulu. SPMB atau tes perguruan tinggi lainnya pikirkan saja nanti, toh kalau tidak lulus SPMB masih bisa ikut lagi tahun depan. Berbeda jika tidak lulus UAN, tentunya tak ada murid yang rela untuk ikut belajar lagi setahun dan mengikuti UAN tahun depan.
Saat itu Jimmy membolak-balik buku persiapan UAN-nya. Ia mencoba mengerjakan soal-soal Matematika.
1
“ Hasil dari ∫ 3x √3x t 1 dx adalah” Jimmy membaca soal integralnya. Aduh
0
kalo soal integral kayak gini, gimana cara ngerjainnya ya, pikir Jimmy. Ia pun membolak-balik buku yang membahas tentang integral. Ia masih bingung. Sepertinya harus ada yang membantunya mengerjakan soal-soal ini.
Setelah pamit kepada kedua orang tuanya, Jimmy pergi ke tempat bimbel. Guru-guru di tempat bimbelnya sangat baik hati dan senantiasa membantunya jika ada kesulitan. Ia merasa bimbelnya bagaikan rumah sendiri.
Jimmy merasa puas. Sepulangnya dari bimbel ia merasa sedikit mengerti. Ia merasa siap untuk pra-UAN besok.
***
“Baik, waktunya sudah habis.” suara Pak Astaman terdengar saat Jimmy sedang pusing mengerjakan soal. Alamak, masih sepuluh soal lagi, pikir Jimmy. Ya, sudah terpaksa deh ia menembak sisa-sisa soalnya.
Ujian Pra-UAN Matematika hari itu memang memusingkan. Soal-soalnya sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakannya. Namun, teman-teman Jimmy selalu saja mempunyai “trik-trik jitu” untuk menyelesaikan soal. Berbeda dengan Jimmy yang tetap teguh pada pendiriannya, tidak mau mencontek.
“Waduh, Jim. Tadi itu saya sukses besar lho. Tadi saya dapet jawabannya dari si Kiroi.” Kata Tamtam saat mereka mengobrol di kantin.
“Ah, dasar lu curang mulu. Kita kan harus jujur, gimana bangsa ini mau maju kalo generasi mudanya nyontek melulu.” Kata Jimmy sambil meminum es jeruknya.
“Biasa aja kali. Daripada nanti ga lulus, bener gak? Lihat aja cewek terpintar di kelas kita aja si Andin tadi nyontek. Istilahnya tuh kita emang mau cari aman aja biar lulus, coy!”
“Iya juga sih. Tapi kan tadi tuh baru pra-UAN. Bagusnya kan coba dulu kemampuan sendiri.”
Saat itu teman sekelas mereka Arianto datang.
“Hai, Jim, Tam, lagi ngobrolin apa nich!” kata Arianto.
“Oh, Anto, ini lagi ngobrolin ujian tadi. Si Jimmy masih keukeh ga mau nyontek.” Kata Tamtam.
“Aduh Jim, hari gene ga mau nyontek! Udah ketinggalan jaman kali! Kata Bu Sophi juga ga apa-apa kita bekerja sama juga untuk kelulusan bersama. Kita buat tim sukses aja. Ayo, gimana. Berminat ga, Jim?” kata Arianto antusias.
Jimmy pun hanya terdiam. Ia merasa bingung.
Malam harinya Jimmy termenung. Ia melihat-lihat kembali soal Pra-UAN yang dikerjakannya tadi pagi. Aduh, kayaknya soalnya memang susah banget. Gimana nanti UAN yang benerannya ya?
Malam itu Jimmy melaksanakan shalat tahajud. Ia merasa bingung dan meminta petunjuk Allah SWT untuk memecahkan masalahnya.
***
Esok harinya Jimmy mengikuti mentoring di DKM sekolahnya. Jimmy memang aktif di DKM. Kali itu ia sangat antusias mendengarkan kakak mentornya yang telah kuliah di Unpad jurusan Jurnalistik Fikom.
“Surat Al-Fatihah ayat 5 berbunyi ‘Iyya kana budu wa iya kanasta’in’, ‘Hanya kepada Engkaulah kami mengabdi dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan, sayangnya banyak di antara kita yang tidak mampu mengamalkan ayat ini.” Kata Azmi, kakak mentor Jimmy.
“Contohnya apa Kang?” tanya Jimmy.
“Contohnya yang deket-deket aja, nyontek misalnya. Disadari atau tidak sebenarnya perbuatan tersebut dilarang oleh Allah SWT.”
Jimmy pun semakin antusias mendengarkan.
“Misalnya saat bekerja nanti saya ingin menjadi seorang pembicara. Untuk diterima itu nilai mata kuliah Retorika harus A. Saat ujian saya mencontek 3 soal. Anggaplah jawaban yang dicontek itu menentukan nilai akhir saya, taruh lah 30%. Kira-kira saat saya setiap bulan mengambil gaji misalkan Rp25 juta, itu kan dari hasil nyontek yang 30%. Padahal nyontek itu haram. Bagaimana dengan uangnya?”
“Waduh, waduh serem juga ya kang” kata Jimmy.
Mentoring pun terus dilanjutkan. Tak terasa adzan ashar sudah berkumandang. Mereka pun melaksanakan shalat ashar berjamaah.
***
Hari-hari seminggu menjelang UAN pelajaran di sekolah Jimmy hanyalah pelajaran-pelajaran yang di-UAN-kan yaitu bahasa Indonesia, Matematika, dan bahasa Inggris. Ketiga guru mata pelajaran tersebut tentunya tak ada yang ingin anak didiknya ada yang tidak lulus.
Saat itu wali kelas XII-5 membagikan nilai Pra-UAN.
“Jimmy!” Bu Hindi memanggil.
“Ya, Bu!” kata Jimmy.
Bu Hindi pun memperlihatkan hasil pra-UAN Jimmy.
“Jimmy, nilai bahasa Inggris dan bahasa Indonesia kamu tertinggi di kelas. Namun, nilai matematikamu sangat menghawatirkan. Kamu harus lebih giat lagi belajar ya, Jim. Ibu tidak ingin anak sepintar kamu tidak naik kelas.” Kata Bu Hindi.
“Baik, Bu!”kata Jimmy seraya memandang nilai matematikanya, ia mendapat nilai 5,5. Setelah mendengarkan petuah wali kelasnya Jimmy pun kembali duduk.
“Hai Jim gimana nilainya?” Kata Tamtam.
Jimmy tidak mendengarkan pertanyaan sahabatnya itu. Ia sangat bersedih dan bingung sehingga tak mampu berkata-kata.
***
Akhirnya saat yang menegangkan itu pun tiba. UAN Matematika dimulai setelah sebelumnya UAN Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris telah dilaksanakan.
Pagi itu, pengawas yang berasal dari sekolah lain, membagikan soal Matematika, pelajaran yang paling ditakuti Jimmy. Saat itu Jimmy menyimpan HP-nya di jaket di kolong meja. Teman-temannya memang berjanji akan memberikan jawaban via SMS jika memang ia membutuhkan. Memang pada awalnya Jimmy berniat tidak akan mencontek. Namun, karena teman-temannya terus mendesaknya akhirnya hatinya luluh juga.
Jimmy pun mulai mengerjakan soal-soal Matematikanya. Kali ini ia bisa mengerjakannya walaupun dengan susah payah. Ketika waktu menyisakan lima belas menit lagi, Jimmy masih belum mengerjakan 10 nomor. Saat itulah temannya memberikan jawaban via SMS.
Belum sampai ia melihat seluruh jawaban pengawas mendekatinya. Jimmy merasa tegang, ia tidak tahu harus berbuat apa.
“Hai, nak sedang apa kamu? Lihat jawaban lewat SMS ya, bagus!” kata pengawas sambil menuliskan nama Jimmy di berita acara.
***
Setelah kejadian itu Jimmy benar benar menyesal dan bingung dan juga stress. Betapa tidak, ia baru pertama kali sepanjang hidupnya mencontek namun langsung ketahuan. Mengapa teman-temannya yang sudah bertahun-tahun mencontek tapi tak pernah ketahuan? Mengapa ia harus mencontek, padahal jika pun tidak mencontek sebenarnya ia bisa mendapat nilai bagus? Bagaimana jika nilainya dikurangi? Jutaan pertanyaan berkelebat dalam kepalanya pasca kejadian itu.
Akhirnya Jimmy memperoleh surat yang memberitahukan hasil UAN. Dengan penuh rasa penasaran dan tegang Jimmy membuka surat itu.
LULUS
Begitulah tulisan dalam surat itu. Hatinya pun merasa gembira. Perjuangannya akhirnya memperoleh hasil.
“Alhamdulillah ya Allah!” kata Jimmy penuh suka cita.
Keesokan harinya Jimmy ke sekolah untuk melakukan cap tiga jari dan mengurus ijazah.
Jimmy pun melihat nilainya. Memang nilai Matematikanya pas-pasan, bebeda dengan nilai teman-temannya yang lain. Mungkin nilainya dikurangi gara-gara kejadian itu.
“Hai, Jim gimana nilainya?” kata Tamtam.
“Alhamdulillah.” Kata Jimmy. “Oh, iya ngomong-ngomong dari sekolah kita apa lulus semua?”
“Iya katanya sich gitu.” Kata Tamtam
“Wah seneng banget ya!” kata Jimmy.
Hari itu memang SMAN 1001 Sukakaya tengah bergembira karena siswanya lulus 100 %. Begitu pun Jimmy, walaupun sebenarnya ia lebih senang lulus tanpa mencontek. Dalam hati ia berjanji tidak akan mencontek lagi apa pun alasannya.
Cara Mudah Dapat Kompensasi Listrik dari PLN, Lumayan Loh!
-
Beberapa waktu lalu, Jabodetabek dihebohkan dengan pemadaman massal. Tapi,
jangan khawatir, kamu dapat kompensasi loh dari PLN! Di sini saya mau
cerita yan...
5 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
silakan komentarnya..
kalo gak punya blog, pilihnya name/url.. urlnya kosongin aja.. okey.. thx a lot