Cari Artikel

Minggu, Maret 23, 2008

Surat Pembacaku

Aku udah sering ngirim tulisan. Harapannya sih pingin dimuat di rubrik artikel biar dapet duit, tapi yah apa daya tangan tak sampai. Bisa masuknya ke surat pembaca ajah euy. Kalo yang di Tabloid Soccer sih emang hobi, beda kalo yang dimuat di Media Indonesia. Waktu itu teh ada mata kuliah dasar-dasar penulisan (daspen) dapet tambahan nilai kalo dimuat. Ya wes, biar gampang buat surat pembaca ajah. Buatnya ngasal padahal, malah dimuat. Sampai dateng segala yang dari BNI ke rumah euy…

Ini dia surat pembacaku yang dimuat di Media Indonesia:

Mendapat Uang Robek dari ATM

Pada Sabtu , 10 Maret 2007 pukul 10.00 WIB, saya mengambil uang di ATM BNI Griya Ujung Berung. ATM tersebut menggunakan uang pecahan Rp 100ribu. Saat itu saya mengambil uang sejumlah Rp300ribu. Saya tidak memeriksa terlebih dahulu uang tersebut karena saya yakin uang tersebut dalam kondisi bagus.

Beberapa saat kemudian, ketika hendak berbelanja saya baru menyadari salah satu dari uang tersebut bagian kirinya robek (terpotong sekitar 1 cm). Saya tidak tahu apakah uang tersebut laku atau tidak. Namun, karena ragu saya urung menggunakan uang itu.

Saya pun merasa bingung. Untuk menukarnya saya tidak tahu bagaimana caranya. Saya mendapatkan uang tersebut dari ATM, tentunya tidak ada yang dapat dijadikan bukti untuk menukar uang tersebut. Saya mohon penjelasan dari pihak BNI mengapa kejadian tersebut bisa terjadi. Saya juga mohon penjelasan apakah uang seperti itu masih bisa laku dan apa saja yang membuat uang tidak laku. Saya mohon penjelasannya agar tidak ada lagi pihak yang merasa bingung seperti saya.

(dimuat di Media Indonesia, Kamis 5 April 2007)

Uang Robek di ATM

Saya ingin mengklarifikasi surat saya yang dimuat di harian Media Indonesia Kamis(5/4) tentang uang robek dari ATM. Jumat (6/4), pihak BNI telah datang ke rumah saya dan menjelaskan semuanya.

Ternyata uang robek yang saya peroleh bukan dari BNI, melainkan dari bank lain. ATM BNI di Griya Ujung Berung bukanlah menggunakan pecahan Rp100ribu melainkan Rp50 ribu. Pihak BNI juga menjelaskan uang tersebut masih laku asalkan nomor serinya tidak robek. Jika pun itu dari BNI sebenarnya masih bisa ditukarkan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada harian Media Indonesia dan pihak BNI sehingga masalah ini dapat terselesaikan.

(dimuat di Media Indonesia, Kamis 12 April 2007)

Uang Tilang Rp85 Ribu?

Saat ini saya rasa banyak sekali polisi yang sering bertindak seenaknya, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas. Polisi terkesan sering kali mencari-cari kesalahan pengendara, kemudian dengan seenaknya pula meminta denda yang tidak masuk akal. Pengalaman saya ini dapat dijadikan contoh.

Suatu hari saya bersama saudara saya mengendarai motor dan melewati perempatan di Jalan Riau. Karena jarang sekali melewati Jalan Riau, saya tidak tahu kalau di sana ada lampu lalu litas. Tidak mengherankan ketika lampu merah menyala, saya terus jalan. Saya tidak memerhatikan ada lampu merah di depan saya. Kebetulan saat itu tidak ada satu pun kendaraan, saya pun tidak sengaja menerobos lampu merah.

Apes bagi saya, di sana ada polisi yang berjaga. Polisi itu pun langsung berkata, “Anda harus membayar 85 ribu karena melanggar rambu-rambu!” Selain itu polisi itu pun mempertanyakan knalpot saya. Padahal knalpot saya memang seperti itu dan tidak diapa-apakan. Kemudian, polisi itu menjelaskan uang itu bisa langsung dibayar, lewat ATM BRI, atau sidang. Saya sudah meminta keringanan denda. Tapi polisi itu tetap bersikukuh, menurutnya itu sudah ada undang-undangnya. Setelah melalui perdebatan sengit, saya pun mengalah. Saya membayarkan uang tersebut.

Saya masih merasa bingung mengapa dendanya bisa setinggi itu. Orang lain pernah melakukan hal serupa, namun dendanya hanya Rp20 ribu, terlebih kesalahan yang saya lakukan tergolong ringan dan tidak disengaja. Mobil saja biasanya hanya Rp50 ribu. Apalagi saya juga memiliki SIM dan STNK.

Menurut saya perlu diadakan sosialisasi oleh polisi kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui besarnya denda dari setiap pelanggaran agar tidak ada lagi polisi yang “seenaknya” menetapkan besaran denda.

(dimuat di Media Indonesia, Selasa 12 Juni 2007)

2 komentar:

Arsitek Banjarmasin mengatakan...

good artikel

STARBIO PLUS mengatakan...

bagus artikel nya suka banget gan
terus berkreasi

Posting Komentar

silakan komentarnya..
kalo gak punya blog, pilihnya name/url.. urlnya kosongin aja.. okey.. thx a lot